|
(PROBLEM BASED
LEARNING)
Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya,
dirancang masalah-masalah yang menuntut peserta didik mendapat pengetahuan
penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model
belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses
pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau
menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
A.
Konsep/Definisi
Definisi:
1)
Pembelajaran berbasis masalah merupakan
sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga
merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan
pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan
masalah dunia nyata (real world)
2)
Pembelajaran berbasis masalah merupakan
suatu metode pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana
belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan
dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik
pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta
didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan
dengan masalah yang harus dipecahkan..
Model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan
pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah
keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran.
Ada lima
strategi dalam menggunakan model pembelajaran
berbasis masalah (PBL) yaitu:
1)
Permasalahan sebagai
kajian.
2)
Permasalahan sebagai
penjajakan pemahaman
3)
Permasalahan sebagai contoh
4)
Permasalahan sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari proses
5)
Permasalahan sebagai
stimulus aktivitas otentik
Peran guru, peserta didik
dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan sebagai
berikut:
Guru sebagai pelatih
|
Peserta didik sebagai problem
solver
|
Masalah sebagai awal tantangan dan
motivasi
|
o
Asking about thinking
(bertanya tentang pemikiran)
o
memonitor
pembelajaran
o
probbing (
menantang peserta didik untuk berfikir )
o
menjaga agar peserta
didik terlibat
o
mengatur
dinamika kelompok
o
menjaga berlangsungnya proses
|
o
peserta yang aktif
o
terlibat
langsung dalam pembelajaran
o
membangun
pembelajaran
|
o
menarik untuk
dipecahkan
o
menyediakan
kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajari
|
Tujuan dan hasil dari
model pembelajaran berbasis masalah ini adalah:
1)
Keterampilan berpikir dan
keterampilan memecahkan masalah
Pembelajaran berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi.
2)
Pemodelan peranan orang
dewasa.
Bentuk pembelajaran berbasis masalah penting menjembatani gap
antara pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis
yang dijumpai di luar sekolah. Aktivitas-aktivitas mental di luar sekolah yang
dapat dikembangkan adalah :
·
PBL mendorong kerjasama
dalam menyelesaikan tugas.
·
PBL memiliki elemen-elemen
magang. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan yang lain sehingga
peserta didik secara bertahap dapat memi peran yang diamati tersebut.
·
PBL melibatkan peserta
didik dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan mereka
menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun femannya
tentang fenomena itu.
3)
Belajar Pengarahan Sendiri
(self directed learning)
Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada peserta didik. Peserta
didik harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana
informasi harus diperoleh, di bawah bimbingan guru.
Pendekatan
PBL mengacu pada hal-hal sebagai berikut :
a.
Kurikulum
: PBL tidak seperti pada kurikulum tradisional, karena memerlukan suatu
strategi sasaran di mana proyek sebagai pusat.
b.
Responsibility : PBL menekankan responsibility
dan answerability para peserta didik ke diri dan
panutannya.
c.
Realisme
: kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi
yang sebenarnya. Aktifitas ini mengintegrasikan tugas otentik dan menghasilkan
sikap profesional.
d.
Active-learning : menumbuhkan isu yang berujung pada
pertanyaan dan keinginan peserta didik untuk menemukan jawaban yang relevan,
sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri.
e.
Umpan
Balik : diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para peserta didik
menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorong kearah pembelajaran
berdasarkan pengalaman.
f.
Keterampilan
Umum : PBL dikembangkan tidak hanya pada ketrampilan pokok dan pengetahuan
saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar
seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self-management.
g.
Driving
Questions
:PBL difokuskan pada pertanyaan atau permasalahan yang memicu peserta didik
untuk berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu
pengetahuan yang sesuai.
h.
Constructive
Investigations
:sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan para peserta
didik.
i.
Autonomy
:proyek
menjadikan aktifitas peserta didik sangat penting.
B.
Fakta Empirik Keberhasilan Pendekatan
dalam Proses dan Hasil Pembelajaran
Kelebihan
menggunakan PBL, antara lain;
(1)
Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik/mahapeserta didik
yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan
yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar
dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik/mahapeserta
didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan;
(2) Dalam
situasi PBL, peserta didik/mahapeserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan
ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan; dan
(3) PBL
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta
didik/mahapeserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan
dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Metoda ini
memiliki kecocokan terhadap konsep inovasi pendidikan bidang keteknikan,
terutama dalam hal sebagai berikut :
1.
peserta
didik memperoleh pengetahuan dasar (basic sciences)yang berguna
untuk memecahkan masalah bidang keteknikan yang dijumpainya,
2.
peserta
didik belajar secara aktif dan mandiri dengan sajian materi terintegrasi dan
relevan dengan kenyataan sebenarnya, yang sering disebut student-centered,
3.
peserta
didik mampu berpikir kritis, dan mengembangkan inisiatif.
Berikut adalah
beberapa hasil penelitian berkaitan dengan model PBL.
1. Wagiran, dkk,
2010,Pengembangan Pembelajaran Model Problem Based Learning Dengan Media Pembelajaran
Berbantuan Komputer dalam Matadiklat Measuring Bagi Peserta didik SMK (Hibah
Bersaing Perguruan Tinggi), 2010: Fakultas Teknik Universitas Negeri
Yogyakarta.
Penelitian
dirancang dalam tiga tahap dalam kurun waktu 3 tahun. Pada tahun pertama
penelitian bertujuan untuk merancang, membuat dan mengembangkan media pembelajaran
berbantuan komputer berikut perangkatnya dalam mendukung model pembelajaran
PBL-PBK. Pada tahun kedua, penelitian
ini bertujuan untuk menerapkan dan menguji model pembelajaran PBL-PBK dalam
lingkup luas sekaligus melihat efektivitasnya. Pada tahun ketiga, penelitian
ini memfokuskan pada tahap sosialisasi model pembelajaran PBL-PBK dalam lingkup
yang lebih luas. Penelitian dirancang
menggunakan pendekatan Research and Development Sumber data dalam penelitian ini meliputi
kalangan industri permesinan, perumus kebijakan, kepala sekolah, guru, peserta
didik, dan ahli pendidikan. Penerapan model direncanakan di 5 SMK dengan metode
eksperimen. Data dikumpulkan dengan teknik observasi, wawancara mendalam, dan
dokumentasi. Analisis data dilakukan secara kuantitatif yaitu deskriptif, dan komparatif.
Hasil yang
diperoleh pada penelitian ini adalah diperolehnya kompetensi Measuring dan
diperolehnya media pembelajaran berbantuan komputer dalam mendukung
pembelajaran PBL-PBK yang teruji. Hasil evaluasi ahli tentang kualitas media
dilihat dari sisi materi menunjukkan skor 3,38 (dalam kategori baik), dari
kualitas tampilan menunjukkan skor 3,04 (dalam kategori baik), sedangkan dari
sisi pengorganisasian materi penunjukan skornya adalah: konsistensi sebesar
2,92 (cukup baik), format sebesar 3,13 (baik), pengorganisasian sebesar 3,25
(baik), bentuk dan ukuran huruf sebesar 2,63 (cukup baik). Hasil uji kelayakan(ujicoba) kepada peserta didik
menunjukkan bahwa kualitas media dilihat dari sisi materi menunjukkan skor 3,28
(dalam kategori baik), dari kualitas tampilan dan daya tarik menunjukkan skor 3,30 (dalam kategori baik),
sedangkan dari sisi pengorganisasian materi penunjukan skornya adalah: sebesar
3,22 (baik) Dengan demikian media berbantuan komputer dalam matadiklat
measuring layak untuk diterapkan. Media berbantuan
komputer yang disusun telah memnuhi aspek kelayakan baik dari segi teoritis
maupun dari segi empiris. Tedapat tiga pola implementasi pembelajaran
menggunakan media berbantuan komputer yaitu: (a) sebagai media tayamg, (b)
sebagai media pendukung praktek, dan (c) sebagai media pembelajaran individual
dan interaktif.
2.
Dian Mala Sari, Pebriyenni ., Yulfia Nora, 2013, Peningkatan Partisipasi dan Hasil Belajar Peserta didik Kelas IVBdalam Pembelajaran IPS Melalui Model Problem Based Learning di SDN 20 Kurao Pagang, Faculty of Education, Bung Hatta University
Penelitian
ini dilatarbelakangi kurangnya partisipasi peserta didik kelas IVB pada
pembelajaran IPS. Yang berdampak terhadap rendahnya hasil belajar peserta didik.
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan peningkatan partisipasi dan hasil
belajar peserta didik kelas IVB dalam pembelajaran IPS melalui model PBLdi
SDN 20 Kurao Pagang. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan
Kelas yang dilaksanakan secara partisipan. Subjek penelitian ini peserta didik
kelas IVB SDN 20 Kurao Pagang. Instrumen penelitian yang digunakan lembar
observasi partisipasi peserta didik, lembar observasi aktivitas guru, tes hasil
belajar dan catatan lapangan. Hasil penelitian diketahui bahwa partisipasi
dalam menjawab pertanyaan meningkat dari 52,5 % di siklus I menjadi 70%, di
siklus II. Partisipasi peserta didik menanggapi jawaban meningkat dari
40% di siklus I menjadi 65% di siklus II, dan partisipasi peserta didik
dalam presentasi meningkat dari 27,5% di siklus I menjadi 67,5% di siklus II.
Hasil belajar peserta didik siklus I meningkat dari 57,25% menjadi 72,75% di
siklus II. Sedangkan persentase ketuntasan belajar yang ditentukan 70%. Hasil
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa partisipasi dan hasil belajar peserta
didik kelas IVB dapat ditingkatkan melalui model PBL dalam pembelajaran
IPS di SDN 20 Kurao Pagang.
C.
Langkah-langkah Operasional Imlementasi
dalam Proses Pembelajaran
Pembelajaran suatu materi pelajaran dengan menggunakan
PBL sebagai basis model dilaksanakan dengan cara mengikuti lima langkah PBL
dengan bobot atau kedalaman setiap langkahnya disesuaikan dengan mata pelajaran
yang bersangkutan.
1. Konsep Dasar (Basic Concept)
Jika dipandang perlu, fasilitator dapat memberikan konsep
dasar, petunjuk, referensi, atau link
dan skill yang diperlukan dalam
pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat masuk
dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat tentang arah dan
tujuan pembelajaran. Lebih jauh, hal ini diperlukan untuk memastikan peserta
didik memperoleh kunci utama materi pembelajaran, sehingga tidak ada
kemungkinan terlewatkan oleh peserta didik seperti yang dapat terjadi jika
peserta didik mempelajari secara mandiri. Konsep yang diberikan tidak perlu
detail, diutamakan dalam bentuk garis besar saja, sehingga peserta didik dapat
mengembangkannya secara mandiri secara mendalam.
2. Pendefinisian
Masalah (Defining the Problem)
Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau
permasalahan dan dalam kelompoknya, peserta didik melakukan berbagai kegiatan.
Pertama, brainstorming yang
dilaksanakan dengan cara semua anggota kelompok mengungkapkan pendapat, ide,
dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul
berbagai macam alternatif pendapat. Setiap anggota kelompok memiliki hak yang
sama dalam memberikan dan menyampaikan ide dalam diskusi serta
mendokumentasikan secara tertulis pendapat masing-masing dalam kertas kerja.
Selain itu, setiap kelompok harus mencari istilah yang
kurang dikenal dalam skenario tersebut dan berusaha mendiskusikan maksud dan
artinya. Jika ada peserta didik yang mengetahui artinya, segera menjelaskan
kepada teman yang lain. Jika ada bagian yang belum dapat dipecahkan dalam
kelompok tersebut, ditulis dalam permasalahan kelompok. Selanjutnya, jika ada
bagian yang belum dapat dipecahkan dalam kelompok tersebut, ditulis sebagai isu
dalam permasalahan kelompok.
Kedua, melakukan seleksi alternatif untuk memilih
pendapat yang lebih fokus. Ketiga, menentukan permasalahan dan melakukan
pembagian tugas dalam kelompok untuk mencari referensi penyelesaian dari isu
permasalahan yang didapat. Fasilitator memvalidasi pilihan-pilihan yang diambil
peserta didik. Jika tujuan yang diinginkan oleh fasilitator belum disinggung
oleh peserta didik, fasilitator mengusulkannya dengan memberikan alasannya.
Pada akhir langkah peserta didik diharapkan memiliki gambaran yang jelas
tentang apa saja yang mereka ketahui, apa saja yang mereka tidak ketahui, dan
pengetahuan apa saja yang diperlukan untuk menjembataninya. Untuk memastikan
setiap peserta didik mengikuti langkah ini, maka pendefinisian masalah
dilakukan dengan mengikuti petunjuk.
3. Pembelajaran Mandiri
(Self Learning)
Setelah mengetahui tugasnya, masing-masing peserta didik
mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi.
Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di
perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan. Tahap
investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu: (1) agar peserta didik mencari
informasi dan mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang
telah didiskusikan di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan
yaitu dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan
dapat dipahami.
Di luar pertemuan dengan fasilitator, peserta didik bebas
untuk mengadakan pertemuan dan melakukan berbagai kegiatan. Dalam pertemuan tersebut
peserta didik akan saling bertukar informasi yang telah dikumpulkannya dan
pengetahuan yang telah mereka bangun. Peserta didik juga harus mengorganisasi
informasi yang didiskusikan, sehingga anggota kelompok lain dapat memahami
relevansi terhadap permasalahan yang dihadapi.
4. Pertukaran
Pengetahuan (Exchange knowledge)
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman
materi dalam langkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan
berikutnya peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi
capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran
pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara peserrta didik berkumpul sesuai
kelompok dan fasilitatornya.
Tiap kelompok menentukan ketua diskusi dan tiap peserta
didik menyampaikan hasil pembelajaran mandiri dengan cara mengintegrasikan
hasil pembelajaran mandiri untuk mendapatkan kesimpulan kelompok. Langkah
selanjutnya presentasi hasil dalam pleno (kelas besar) dengan mengakomodasi
masukan dari pleno, menentukan kesimpulan akhir, dan dokumentasi akhir. Untuk
memastikan setiap peserta didik mengikuti langkah ini maka dilakukan dengan
mengikuti petunjuk.
5. Penilaian (Assessment)
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek
pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup
seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS),
ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan. Penilaian terhadap
kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan
penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi,
kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot
penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang
bersangkutan.
D.
Contoh Penerapan
Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta
didik terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih
dahulu. Kemudian peserta didik diminta mencatat masalah-masalah yang muncul.
Setelah itu tugas guru adalah meransang peserta didik untuk berpikir kritis
dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik
untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari
mereka.
Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman
belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks
lingkungan peserta didik, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik
untuk belajar diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh
pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar
merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka
mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi
pembelajaran.
Tahapan-Tahapan
Model PBL
FASE-FASE
|
PERILAKU GURU
|
Fase 1
Orientasi peserta
didik kepada masalah
|
·
Menjelaskan
tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yg dibutuhkan
·
Memotivasi peserta
didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih
|
Fase 2
Mengorganisasikan
peserta didik
|
Membantu peserta
didik mendefinisikan danmengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut
|
Fase 3
Membimbing
penyelidikan individu dan kelompok
|
Mendorong peserta
didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
|
Fase 4
Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya
|
Membantu peserta
didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
model dan berbagi tugas dengan teman
|
Fase 5
Menganalisa dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah
|
Mengevaluasi
hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari /meminta kelompok
presentasi hasil kerja
|
Fase 1: Mengorientasikan peserta didik
pada masalah
Pembelajaran
dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang
akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting dimana guru
harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh peserta didik dan
juga oleh guru. serta dijelaskan bagaimana guru akan mengevaluasi proses
pembelajaran. Hal ini sangat penting untuk memberikan motivasi agar peserta
didik dapat mengerti dalam pembelajaran yang akan dilakukan. Ada empat hal yang
perlu dilakukan dalam proses ini, yaitu:
1. Tujuan
utama pengajaran tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru, tetapi
lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan
bagaimana menjadi peserta didik yang mandiri,
2. Permasalahan
dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak “benar“, sebuah
masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali
bertentangan,
3. Selama
tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), peserta didik didorong untuk
mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai
pembimbing yang siap membantu, namun peserta didik harus berusaha untuk bekerja
mandiri atau dengan temannya, dan
4. Selama
tahap analisis dan penjelasan, peserta didik akan didorong untuk menyatakan
ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan. Tidak ada ide yang akan
ditertawakan oleh guru atau teman sekelas. Semua peserta didik diberi peluang
untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka.
Fase 2: Mengorganisasikan peserta didik
untuk belajar
Disamping
mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga mendorong peserta
didik belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan
kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu, guru dapat memulai
kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok peserta didik dimana
masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda.
Prinsip-prinsip pengelompokan peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dapat
digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya
interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan
sebagainya. Guru sangat penting memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing
kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran.
Setelah peserta
didik diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk kelompok belajar
selanjutnya guru dan peserta didik menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik,
tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama bagi guru pada tahap ini adalah
mengupayakan agar semua peserta didik aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan
penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian
terhadap permasalahan tersebut.
Fase 3: Membantu penyelidikan mandiri
dan kelompok
Penyelidikan
adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik
penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang
identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan,
dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek
yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong peserta didik untuk
mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai
mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar
peserta didik mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide
mereka sendiri. Guru membantu peserta didik untuk mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, dan ia seharusnya mengajukan pertanyaan
pada peserta didik untuk berifikir tentang masalah dan ragam informasi yang
dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat dipertahankan.
Setelah peserta
didik mengumpulkan cukup data dan memberikan permasalahan tentang fenomena yang
mereka selidiki, selanjutnya mereka mulai menawarkan penjelasan dalam bentuk
hipotesis, penjelesan, dan pemecahan. Selama pengajaran pada fase ini, guru
mendorong peserta didik untuk menyampikan semua ide-idenya dan menerima secara
penuh ide tersebut. Guru juga harus mengajukan pertanyaan yang membuat peserta
didik berfikir tentang kelayakan hipotesis dan solusi yang mereka buat serta
tentang kualitas informasi yang dikumpulkan.
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan
artifak (hasil karya) dan mempamerkannya
Tahap
penyelidikan diikuti dengan menciptakan artifak (hasil karya) dan pameran.
Artifak lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu video tape
(menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan
secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan
sajian multimedia. Tentunya kecanggihan artifak sangat dipengaruhi tingkat
berfikir peserta didik. Langkah selanjutnya adalah mempamerkan hasil karyanya
dan guru berperan sebagai organisator pameran. Akan lebih baik jika dalam
pemeran ini melibatkan peserta didik-peserta didik lainnya, guru-guru, orang
tua, dan lainnya yang dapat menjadi “penilai” atau memberikan umpan balik.
Fase 5: Analisis dan evaluasi proses
pemecahan masalah
Fase ini
merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan untuk membantu peserta
didik menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan
penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta peserta
didik untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama
proses kegiatan belajarnya
E.
Sistem Penilaian
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek
pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup
seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS),
ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan. Penilaian terhadap
kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan
penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi,
kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot
penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang
bersangkutan.
Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat dilakukan dengan portfolio yang merupakan
kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis
untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka
pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (self-assessment) dan peer-assessment.
1.
Self-assessment.
Penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan
hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standard)
oleh pebelajar itu sendiri dalam belajar.
2.
Peer-assessment.
Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap
upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun
oleh teman dalam kelompoknya.
Penilaian
yang relevan dalam PBL antara lain
sebagai berikut:
1.
Penilaian kinerja peserta didik.
Pada
penilaian kinerja ini, peserta didik diminta untuk unjuk kerja atau
mendemonstrasikan kemampuan melakukan tugas-tugas tertentu, seperti menulis
karangan, melakukan suatu eksperimen, menginterpretasikan jawaban pada suatu
masalah, memainkan suatu lagu, atau melukis suatu gambar.
2.
Penilaian portofolio peserta didik.
Penilaian
portofolio adalah penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan
informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam suatu
periode tertentu. Informasi perkembangan peserta didik dapat berupa hasil karya
terbaik peserta didik selama proses belajar, pekerjaan hasil tes, piagam
penghargaan, atau bentuk informasi lain yang terkait kompetensi tertentu dalam
suatu mata pelajaran. Dari informasi perkembangan itu peserta didik dan guru
dapat menilai kemajuan belajar yang dicapai dan peserta didik terus berusaha
memperbaiki diri. Penilain dengan portofolio dapat dipakai untuk penilaian
pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif. Penilaian kolaboratif dalam PBL
dilakukan dengan cara evaluasi diri (self assesment) dan peer assesment. Self
assessment adalah penilaian yang dilakukan oleh peserta didik itu sendiri
terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang
ingin dicapai oleh peserta didik itu sendiri dalam belajar. Peer assessment adalah penilian dimana peserta
didik berdiskusi untuk memberikan penilaian upaya dan hasil penyelesaian
tugas-tugas yang diselesaikan sendiri maupun teman dalam kelompoknya.
3.
Penilaian potensi belajar.
Penilaian
yang diarahkan untuk mengukur potensi belajar peserta didik yaitu mengukur
kemampuan yang dapat ditingkatkan dengan bantuan guru atau teman-temannya yang
lebih maju. PBL yang memberi tugas-tugas pemecahan masalah memungkinkan peserta
didik untuk mengembangkan dan mengenali potensi kesiapan belajarnya.
4.
Penilaian usaha kelompok.
Menilai
usaha kelompok seperti yang dlakukan pada pembelajaran kooperatif dapat
dilakukan pada PBL. Penilaian usaha kelompok mengurangi kompetisi merugikan
yang sering terjadi, misalnya membandingkan peserta didik dengan temannya.
Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis masalah
adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh peserta didik sebagai hasil
pekerjaan mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama-sama.
Penilaian
proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan peserta didik tersebut,
penilaian ini antara lain: 1).assesment kerja, 2). assesment autentik dan 3).
portofolio. Penilaian proses bertujuan agar guru dapat melihat bagaimana peserta
didik merencanakan pemecahan masalah, melihat bagaimana peserta didik
menunjukkan pengetahuan dan keterampilannya. Penilaian kinerja memungkinkan peserta
didik menunjukkan apa yang dapat mereka lakukan dalam situasi yang sebenarnya.
Sebagian masalah dalam kehidupan nyata bersifat dinamis sesuai dengan
perkembangan zaman dan konteks atau lingkungannya, maka di samping pengembangan
kurikulum juga perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai tujuan kurikulum
yang memungkinkan peserta didik dapat secara aktif mengembangkan kerangka
berfikir dalam memecahkan masalah serta kemampuannya untuk bagaimana belajar (learning how to learn).
Dengan
kemampuan atau kecakapan tersebut diharapkan peserta didik akan mudah beradaptasi.
Dasar pemikiran pengembangan strategi pembelajaran tersebut sesuai dengan
pandangan kontruktivis yang menekankan kebutuhan peserta didik untuk
menyelidiki lingkungannya dan membangun pengetahuan secara pribadi pengetahuan
bermakna. Tahap evaluasi pada PBM terdiri atas tiga hal : 1. bagaimana peserta
didik dan evaluator menilai produk (hasil akhir) proses 2. bagaimana mereka
menerapkan tahapan PBM untuk bekerja melalui masalah 3. bagaimana peserta didik
akan menyampaikan pengetahuan hasil pemecahan akan masalah atau sebagai bentuk
pertanggungjawaban mereka belajar menyampaikan hasil-hasil penilaian atau
respon-respon mereka dalam berbagai bentuk yang beragam, misalnya secara lisan
atau verbal, laporan tertulis, atau sebagai suatu bentuk penyajian formal
lainnya. Sebagian dari evaluasi memfokuskan pada pemecahan masalah oleh peserta
didik maupun dengan cara melakukan proses belajar kolaborasi (bekerja bersama
pihak lain).
F.Daftar Pustaka
Albanese, M.A. & Mitchell, S.. (1993). Problem BasedLearning: a Review of The Literature on Outcomes and
Implementation Issues. Journal of Academic Medicine
Barrows, H.S. & Tamblyn, R.M.. (1980). Problem BasedLearning:
an Approach to Medical Education. New York: Springer Publishing
Dahlan, M.D. (1990). Model-Model Mengajar .
Bandung: Diponegoro. Sugiyono, Prof. Dr. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Das Salirawati, 2009, Penerapan Problem Based
Learning Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Peserta Didik Dalam Memecahkan
Masalah, Makalah
Duch, J. Barbara.
(1995). Problems: A Key Factor in PBL. [Online]. Tersedia : http://www.udel.edu/pbl/cte/spr96-phys.html. [21 Juli 2010].
Glazer, Evan.
(2001). Problem Based Instruction. In M. Orey (Ed.), Emerging perspectives on
learning, teaching, and technology [Online]. Tersedia: http://www.coe.uga.edu/epltt/ProblemBasedInstruct.htm. [17 Juni 2005].
Ibrahim, M dan Nur.
(2005). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University Press
Karim, S., et al.
(2007). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Penguasaan konsep Fisika serta Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat
Tinggi dan Kecakapan Ilmiah. Proposal Hibah Kompetitif UPI 2007. Bandung: Tidak
diterbitkan
Major, Claire,H dan
Palmer, Betsy. 2001. Assessing the Effectiveness of Problem-Based Learning in
Higher Education: Lessons from the Literature. [Online]. Tersedia : http://www.rapidintellect.com/AE Qweb/mop4spr01.htm
[14 Juli 2010]
Melvin L. &
Silberman. (1996). Active Learning: 101 Strategies to Teach any
Subject. USA: Allyn & Bacon
Mudjiman, Haris.
2006. Belajar Mandiri, Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan
UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press)
Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004: Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo
Proyek DUeLike
Universitas Indonesia. (2002). Panduan
Pelaksanaan Collaborative Learning&
Problem BasedLearning.
Depok: UI
Siburian, Jodion.
2010. Model Pembelajaran Sains, Jambi: Universitas Jambi
Sudjana, D. (1982).
Model Pembelajaran Pemecahan Masalah. Bandung : Lembaga Penelitian IKIP Bandung
Yamin, Martinis.
2011. Paradigma Baru Pembelajaran, Jambi: Gaung Persada Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar