Jenis-jenis
Inovasi pendidikan
“Top-Down
Model” yaitu inovasi pendidikan yang diciptakan oleh pihak
tertentu sebagai pimpinan/atasan yang diterapkan kepada bawahan; seperti halnya
inovasi pendidikan yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasinal selama
ini. Banyak contoh inovasi yang dilakukan oleh Depdiknas selama beberpa dekade
terakhir ini, seperti Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Guru Pamong,
Sekolah Persiapan Pembangunan, Guru Pamong, Sekolah kecil,Sistem Pengajaran
Modul, Sistem Belajar jarak jauh dan lain-lain.Namun inovasi yang diciptakan
oleh Depdiknas bekerjasama dengan lembaga-lembaga asing seperti British
Council.
“Bottom-Up
Model” yaitu model ionovasi yang bersumber dan
hasil ciptaan dari bawah dan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan
penyelenggaraan dan mutu pendidikan. model inovasi yang diciptakan berdasrkan
ide, pikiran, kreasi, dan inisiatif dari sekolah, guru atau masyarakat.
Power
Coercive (strategi pemaksaan) adalah strategi
pemaksaaan berdasarkan kekuasaan merupakan suatu pola inovasi yang sangat
bertentangan dengan kaidah-kaidah inovasi itu sendiri. Strategi ini cenderung
memaksakan kehendak, ide dan pikiran sepihak tanpa menghiraukan kondisi dan
keadaan serta situasi yang sebenarnya dimana inovasi itu akan dilaksanakan.
Kekuasaan memegang peranan yang sangat kuat pengaruhnya dalam menerapkan
ide-ide baru dan perubahan sesuai dengan kehendak dan pikiran-pikiran dari
pencipta inovasinya.
RationalEmpirical
(empirik rasional) Strategi inovasi yang kedua adalah empirik Rasional. Asumsi
dasar dalam strategi ini adalah bahwa manusia mampu menggunakan pikiran
logisnya atau akalnya sehingga mereka akan bertindak secara rasional. Dalam
kaitan dengan ini inovator bertugas mendemonstrasikan inovasinya dengan
menggunakan metode yang terbaik valid untuk memberikan manfaat bagi penggunanya.
Di samping itu, startegi ini didasarkan atas pandangan yang optimistik seperti
apa yang dikatakan oleh Bennis, Benne, dan Chin yang dikutip dari Cece Wijaya
dkk (1991). Di sekolah, para guru menciptakan strategi atau metode mengajar
yang menurutnya sesuai dengan akal yang sehat, berkaitan dengan situasi dan
kondisi bukan berdasarkan pengalaman guru tersebut. Di berbagai bidang, para
pencipta inovasi melakukan perubahan dan inovasi untukbidang yang ditekuninya
berdasarkan pemikiran, ide, dan pengalaman dalam bidangnya itu, yang telah
digeluti berbualan-bulan bahkan bertahun-tahun. Inovasi yang demikian memberi
dampak yang lebih baik dari pada model inovasi yang pertama. Hal ini disebabkan
oleh kesesuaian dengan kondisi nyata di tempat pelaksanaan inovasi tersebut.
Normative-Re-Educative
(Pendidikan yang berulang secara normatif) Jenis strategi inovasi yang ketiga
adalah normatif re-edukatif (pendidikan yang berulang) adalah suatu strategi
inovasi yang didasarkan pada pemikiran para ahli pendidikan seperti Sigmund
Freud,John Dewey, Kurt Lewis dan beberapa pakar lainnya (Cece Wijaya (1991),
yang menekankan bagaimana klien memahami permasalahan pembaharuan seperti
perubahan sikap, skill, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan manusia Dalam
pendidikan, sebuah strategi bila menekankan pada pemahaman pelaksana dan
penerima inovasi, maka pelaksanaan inovasi dapat dilakukan berulang kali.
Misalnya dalam pelaksanaan perbaikan sistem belajar mengajar di sekolah, para
guru sebagai pelaksana inovasi berulang kali melaksanakan perubahan-perubahan
itu sesuai dengan kaidah-kaidah pendidikan. Kecenderungan pelaksanaan model
yang demikian agaknya lebih menekankan pada proses mendidik dibandingkan dengan
hasil dari perubahan itu sendiri. Pendidikan yang dilaksanakan lebih mendapat
porsi yang dominan sesuai dengan tujuan menurut pikiran dan rasionalitas yang
dilakukan berkali-kali agar semua tujuan yang sesuai dengan pikiran dan
kehendak pencipta dan pelaksananya dapat tercapai
Desentralisasi
dan Demokratisasi pendidikan. Pertama, desentralisasi kewenangan di sektor
pendidikan. Desentralisasi lebih kepada kebijakan pendidikan dan aspek
pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kedua, desentralisasi
pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat
sekolah. Konsep pertama berkaitan dengan desentralisasi penyelenggaraan
pemerintahan dari pusat ke daerah sebagai bagian demokratisasi. Konsep kedua
lebih fokus mengenai pemberian kewenangan yang lebih besar kepada manajemen di
tingkat sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disusun oleh masing-masing sekolah dengan
mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) untuk
jenjang pendidikan dasar dan menengah. Penyerahan pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan pada tiap sekolah dengan mengacu pada Standar Isi dan
Standar Kompetensi Lulusan bertujuan agar kurikulum tersebut dapat disesuaikan
dengan karakter dan tingkat kemampuan sekolah masing-masing.
Quantum
learning. Quantum learning ialah kiat, petunjuk,
strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya
ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan
bermanfaat. Beberapa teknik yang dikemukakan merupakan teknik meningkatkan
kemampuan diri yang sudah populer dan umum digunakan. Namun, Bobbi DePorter
mengembangkan teknik-teknik yang sasaran akhirnya ditujukan untuk membantu para
siswa menjadi responsif dan bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan
realitas (yang terkait dengan sifat jurnalisme).
Contextual
Teaching and Learning /CTL. Pendekatan
kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna
bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil Dalam kelas kontektual,
tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih
banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu
yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan
sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola
dengan pendekatan kontekstual.
Cooperative
Learning. Cooperative Learning adalah suatu
strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama
dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang
teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.Pembelajaran
kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham
konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan
sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok
harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu
teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Active
Learning. Pembelajaran aktif (active learning)
dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh
anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang
memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping
itu pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga
perhatian siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
PAKEM
adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.
Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan
suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan
mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si
pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya
menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. . Keadaan aktif dan
menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak
menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran
berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang
harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak
efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.
Kendala-kendala
yang mempengaruhi keberhasilan usaha inovasi pendidikan seperti inovasi
kurikulum antara lain adala:
- Perkiraan yang tidak tepat terhadap inovasi
- Konflik dan motivasi yang kurang sehat
- Lemahnya berbagai faktor penunjang sehingga
mengakibatkan tidak berkembangnya inovasi yang dihasilkan
- Keuangan (finacial) yang tidak terpenuhi
- Penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil
inovasi
- Kurang adanya hubungan sosial dan publikasi
(subandiyah 1992:81)
Untuk
menghindari masalah-masalah tersebut di atas, dan agar mau berubah terutama
sikap dan perilaku terhadap perubahan pendidikan yang sedang dan akan
dikembangkan, sehinga perubahan dan pembaharuan itu diharapkan dapat berhasil
dengan baik, maka guru, administrator, orang tua siswa, dan masyarakat umumnya
harus dilibatkan.
Ada
beberapa hal mengapa inovasi secara umum sering ditolak atau tidak dapat
diterima oleh para pelaksana inovasi di lapangan atau di sekolah sebagai
berikut:
- Sekolah atau guru tidak dilibatkan dalam proses
perencanaan,penciptaan dan bahkan pelaksanaan inovasi tersebut, sehingga
ide baru atau inovasi tersebut dianggap oleh guru atau sekolah bukan
miliknya, dan merupakan kepunyaan orang lain yang tidak perlu
dilaksanakan, karena tidak sesuai dengan keinginan atau kondisi sekolah
mereka.
- Guru ingin mempertahankan sistem atau metode yang
mereka lakukan saat sekarang, karena sistem atau metode tersebut sudah
mereka laksanakan bertahun-tahun dan tidak ingin diubah. Disamping itu
sistem yang mereka miliki dianggap oleh mereka memberikan rasa aman atau
kepuasan serta sudah baik sesuai dengan pikiran mereka.Hal senada
diungkapkan pula Day dkk (1987) dimana guru tetap mempertahankan sistem
yang ada.
- Inovasi yang baru yang dibuat oleh orang lain
terutama dari pusat (khususnya Depdiknas) belum sepenuhnya melihat
kebutuhan dan kondisi yang dialami oleh guru dan siswa. Hal ini juga
diungkapkan oleh Munro (1987:36) yang mengatakan bahwa “mismatch atory
program”.
- Inovasi yang diperkenalkan dan dilaksanakan yang
berasal dari pusat merupakan kecenderungan sebuah proyek dimana segala
sesuatunya ditentukan oleh pencipta inovasi dari pusat. Inovasi ini bisa
terhenti kalau proyek itu selesai atau kalau finasial dan keuangannya
sudah tidak ada lagi. Dengan demikian pihak sekolah atau guru hanya
terpaksa melakukan perubahan sesuai dengan kehendak para inovator di pusat
dan tidak punya wewenang untuk merubahnya.
- Kekuatan dan kekuasaan pusat yang sangat besar
sehingga dapat menekan sekolah atau guru melaksanakan keinginan pusat,
yang belum tentu sesuai dengan kemauan mereka dan situasi sekolah mereka
Untuk mengatasi masalah dan kendala seperti diuraikan di atas, maka berikut
ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan inovasi baru.
Faktor-Faktor
yang Perlu Diperhatikan Dalam Inovasi Untuk menghindari penolakan seperti yang
disebutkan di atas, faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam inovasi
pendidikan adalah guru, siswa, kurikulum, fasilitas, dan program/tujuan:
1. GURU
Guru harus pandai membawa siswanya kepada
tujuan yang hendak dicapai. Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan
guru antara lain adalah penguasaan materi yang diajarkan, metode mengajar yang
sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan antar individu, baik dengan
siswa maupun antar sesama guru dan unsur lain yang terlibat dalam proses
pendidikan seperti adminstrator, misalnya kepala sekolah dan tata usaha serta
masyarakat sekitarnya, pengalaman dan keterampilan guru itu sendiri.
2. SISWA
Peran
siswa dalam inovasi pendidikan tidak kalah pentingnya dengan peran unsur-unsur
lainnya, karena siswa bisa sebagai penerima pelajaran, pemberi materi
pelajaranpada sesama temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai guru. Oleh karena
itu, dalam memperkenalkan inovasi pendidikan sampai dengan penerapannya, siswa
perlu diajak atau dilibatkan sehingga mereka tidak saja menerima dan
melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi seperti yang
diuraikan sebelumnya.
3. KURIKULUM
Kurikulum
memegang peranan yang sama dengan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa
adanya kurikulum dan tanpa mengikuti program-program yang ada di dalamya, maka
inovasi pendidikan tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan inovasi itu
sendiri. Olehkarena itu, dalam pembahruan pendidikan, perubahan itu hendaknya
sesuai dengan perubahan kurikulum atau perubahan kurikulum diikuti dengan
pembaharuan pendidikan dan tidak mustahil perubahan dari kedua-duanya akan
berjalan searah.
4. FASILITAS
Tanpa
adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi pendidikan akan bisa dipastikan
tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas, terutama fasilitas belajar mengajar
merupakan hal yang esensial dalam mengadakan perubahan dan pembahruan
pendidikan. Oleh karena itu, jika dalam menerapkan suatu inovasi pendidikan,
fasilitas perlu diperhatikan.Misalnya ketersediaan gedung sekolah, bangku meja
da sebagainya.